MAKALAH
PEREKONOMIAN PADA MASA KHULAFAUR RASYIDIN
Di susun guna memenuhi tugas
Mata kuliah : Sejarah Ekonomi Islam
Dosen pembimbing : H. Amirus shodiq Lc. MA
Di susun oleh
:
Fita Aris
Setianingrum ( 212178 )
Yuyun Ernawati ( 212187 )
Fir Daussiyah ( 212195 )
Nazilatur
Rohmah ( 212203 )
Akhmad
Muhaimin ( 212211 )
SEKOLAH TINGGI AGAMA
ISLAM NEGERI KUDUS
JURUSAN SYARI’AH /
EKONOMI SYARI’AH
2013
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Islam sebagai suatu agama yang di
dasarkan pada al-Qur’an dan Sunnah. Islam juga memberikan tuntunan pada seluruh
aspek kehidupan. Islam mengartikan agama juga tidak saja berkaitan dengan
spiritualitas maupun ritualitas, namun Islam merupakan serangkaian keyakinan,
ketentuan, dan aturan serta tuntunan moral bagi setiap aspek kehidupan manusia.
Dan lebih dari itu, Islam mengartikan agama sebagai sarana kehidupan yang
melekat pada setiap aktivitas kehidupan, baik ketika manusia berhubungan dengan
tuhan maupun berinteraksi dengan sesama manusia.Islam memandang keseluruhan
aktivitas manusia di bumi ini sebagai sunnatullah, termasuk
didalamnya aktivitas ekonomi, Ia menempatkan kegiatan ekonomi sebagai salahsatu
aspek penting untuk mendapatkan kemuliaan, dan kerenanya kegiatan
ekonomi, seperti kegiatan lainnya perlu dikontrol dan dituntun agar
sejalan dengan tujuan syari’at.
Di dalam sejarah
islam, keuangan publik berkembang bersamaan dengan pengembangan masyarakat
muslim dan pembentukan negara islam oleh Rasulullah SAW, kemudian diteruskan
oleh para sahabat(khulafaur rasyidin). Kendatipun, sebelumnya telah digariskan
dalam Al- Qur’an, dalam hal santunan kepada orang miskin.
B.
Rumusan
Masalah
1. Bagaimana Perekonomian Pada masa abu
bakar ?
2. Bagaimana Perekonomian Pada masa umar
bin khottob ?
3. Bagaimana Perekonomian Pada masa usman
bin affan ?
4. Bagaimana Perekonomian Pada masa ali bin
abi tholib ?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Masa Abu Bakar Siddiq
Nama Lengkapnya adalah Abdullah bin usman bin amir
bin mar bin ka’ab bin sa’ad bin tamim bin murrah bin ka’ab bin luay al taymi al
qurasyi, bergelar al siddiq ( yang membenarkan ) atau al atiq ( yang
dibebaskan) .
Sebelum menjadi khalifah, abu bakar tinggal di sikh,
yang terletak di pinggir kota madinah tempat baitul mal dibangun, setelah 6
bulan abu bakar pindah ke madinah dan bersamaan dengan itu sebuah rumah
dibangun untuk baitul mal. Sistim pendistribusian yang lama tetap dilanjutkan ,
sehingga pada saat wafatnya hanya satu dirham yang tersisa dalam perbendaharaan
keuangan.
Sejak menjadi khalifah, kebutuhan keluarga abu bakar
diurus oleh kekayaan baitul mal ini. Menurut beberapa keterangan beliau
diperbolehkan mengambil dua setengah atau dua tiga per empat dirham setiap hari
hanya dari baitul mal dengan beberapa
waktu, ternyata tunjangan tersebut kurang mencukupi sehingga ditetapkan
2000 atau 2500 dirham dan menurut keterangan lain 6000 dirham per tahun.
Dalam kesempatan yang lain ia menginstruksikan pada
amil yang sama bahwa kekayaan dari orang yang berbeda tidak dapat digabung,
atau kekayaan yang telah digabung tidak dapat dipisahkan.
Abu bakar mengambil
langkah – langkah tegas untuk mengumpulkan zakat dari semua umat islam termasuk
badui yang kembali menunjukkan pembangkangan sepeninggalnya rosul. [1]
Beliau sangat akurat dalam penghitungan dan
pengumpulan zakat kemudian ditampung di baitul maal dan didistribusikan dalam
jangka waktu yang tidak lama sampai habis tidak tersisa. Pembagiannya sama rata
antara sahabat yang masuk Islam terlebih dahulu maupun yang belakangan, pria maupun wanita. Beliau juga
membagikan sebagian tanah taklukan, dan sebagian yang lain tetap menjadi milik
negara. Dan juga mengambil alih tanah orang-orang yang murtad untuk kepentingan
umat Islam. Ketika beliau wafat hanya ditemukan 1 dirham dalam perbendaharaan
negara karena memang harta yang sudah dikumpulkan langsung dibagikan, sehingga
tidak ada penumpukan harta di baitul maal.[2]
Abu Bakar menerapkan prinsip kesamarataan yakni,
memberikan jumlah yang sama kepada semua sahabat dan tidak
membeda-bedakan antara sahabat, antara budak dan orang merdeka, bahkan antara
pria dan wanita, Sehingga harta Bait al-Mal tidak pernah menumpuk dalam jangka
waktu yang lama karena langsung di distribusikannya, Abu Bakar juga mempelopori
adanya sistem penggajian bagi aparat negara. [3]
B.
Masa Umar Bin Khattab
Pemerintahan Umar bin Khattab berlangsung selama 10
tahun. Beliau banyak melakukan ekspansi. Administrasi diatur menjadi 8
propinsi, beliau juga membentuk jawatan kepolisian dan jawatan tenaga kerja.[4]
Dalam bidang ekonomi umar bin khatab menyadari
pentingnya sector pertanian untuk memajukan ekonomi negerinya. Karena itu , ia
mengambil langkah – langkah pengembangannya dan juga mengembalikan kondisi
orang – orang yang bekerja dibidang itu.
Saluran irigasi terbentang di daerah – daerah
taklukan, dan sebuah departemen besar didirikan untuk kelancaran dan distribusi
air.
Pada masa ini umar banyak membangun pasar – pasar
agar terciptanya persaingan yang bebas, dalam hal membanting harga dan
penumpikan barang dan pengambilan keuntungan secara berlebih juga dipantau,
zakat dijadikan sumber pendapatan Negara secara umum, pengenaan zakat atas
harta berarti menjamin penanaman kembali dalam perdagangan dan perniagaan yang
tidak perlu dilakukan dalam pajak pendapatan.
Semua surplus pendapatan harus diserahkan kepada
Negara untuk dikelola sedemikian rupa sehingga tak seorang pun memerlikan
bantuan , karena merasa malu dapat sumbangan.
Umar mendirikan diwan islam yang pertama, yang
disebut al divan, sebenarnya aldivan adalah kantor yang ditunjuk untuk membayar tunjangan –
tunjangan angkatan perang dan pensiun
serta tunjangan – tunjangan lain, khalifah juga menunjukkan sebuah komite yang
terdiri dari nassab ternama untuk membuat laporan sensus penduduk madinah
sesuai dengan tingkat kepentingan dan kelasnya, laporan itu disusun dengan
urutan sebagai berikut :
a.
Orang
orang yang punya hubungan dengan nabi
b.
Mereka
yang ikut perang badar dan uhud
c.
Imigran
yang pergi ke Abyssinia dan madinah
d.
Mereka
yang bertarung dalam qudisiyyah atau yang hadir dalam sumpah hudabiya
Pengeluaran tunjangan tiap tahun berbeda – beda
jumlahnya sebagaimana dapat dilihat dalam tabel berikut ini :
NO
|
Penerima
|
Jumlah
|
1.
2.
3.
4.
5.
6.
|
Aisyah dan abbas (
Paman Nabi )
Istri – istri nabi
selain Aisyah
ali, hasan, Husain,
dan pejuang – pejuang badar
bekas pejuang –
pejuang uhud dan migrant ke abbyssina
Muhajir dan Muhajirat
sebelum kemenangan mekkah
Putra – putra bekas
pejuang badar mereka yang memeluk islam ketika mekkah ditaklukkan ; anak
muhajirin dan anshor, mereka yang ikut dalam perang qadissiyah, uballa dan
mereka yang hadir dalam sumpah hudaibiyyah
|
12.000 dirham
10.000 dirham
4.000 dirham
4.000 dirham
3.000 dirham
2.000 dirham
|
Orang orang mekkah diberi tunjangan 800 dirham,
warga madinah 25 dirham , muslim di yaman , syiria dan Iraq Iraq 200 sampai
3000 dirham, anak yang baru lahir dan yang tidak diakui masing – masing 100
dirham. Tambahan pensiun untuk kaum muslim adalah gandum, minyak,madu,dan cuka
dalam jumlah tetap.[5]
Dalam memperlakukan tanah taklukan, Umar tidak
membaginya kepada kaum muslimin tetapi tetap pada pemiliknya dengan syarat
membayar jizyah dan kharaj. Umar juga mensubsidi masjid masjid dan
madrasah-madrasah. Umar membagi pendapatan negara menjadi empat yaitu: zakat
dan ushr didistribusikan di tingkat lokal, khums dan sedekah, didistribusikan
untuk fakir miskin baik muslim maupun non muslim, kharaj, fai, jizyah, pajak
perdagangan, dan sewa tanah untuk dana pensiun, daba operasional administrasi
dan militer, dan pendapatan lain-lain untuk membayar para pekerja, dan dana
sosial.[6]
C.
Masa Usman
Bin Affan
Pada masa pemerintahannya yang berlangsung selama 12
tahun, Khalifah Usman Ibn Affan
berhasil memperluas kekuasan Islam sampai ke wilayah
Armenia, Tunisia,Cyprus, Rhodes, dan bagian yang tersisa dari Persia,
Transoxania, serta Tabaristan. Selain itu juga Ia berhasil menumpas
pemberontakan yang terjadi di daerah Khurasan dan Iskandariah.
Khalifah Usman bin affan tidak mengambil upah dan
kantornya, sebaliknya beliau meringankan beban Negara, hal ini menimbulkan
kesalahpahaman antar kholifah dan abdul bin arqam, salah seorang sahabat nabi
yang terkemuka yang berwenang melaksanakan kegiatan baitul mal pusat. Konflik
ini tidak hanya membuatnya menolak untuk menerima upah dan pekerjaannya sebagai
pelayan atau muslim untuk kepentingan allah, tapi juga menolak hadir dalam
pertemuan public yang dihadiri khalifah. Pada perkembangan berikutnya bertambah
rumit karena menimbulkan kontroversi
mengenai pengeluaran uang baitul mal yang tidak hati – hati, sedangkan
itu hanya pendapat pribadi.
Untuk meningkatkan pengeluaran pertahanan kelautan
dan pembangunan diwilayah taklukkan khalifah harus membuat perubahan
administrasi tingkat atas dan mengganti gubernur mesir, basra, asswad, dan lain
– lain digantikan dengan orang – orang baru.
Dalam pemerintahan usman komposisi kelas social
didalam masyarakat berubah demikian cepat sehingga semakin sulit menengahi
berbagai kepentingan yang ada. Bukan hal yang mudah mengawasi orang badui yang
pada dasarnya mencintai kebebasan pribadi dan tidak mengenal otoritas
pemerintahan yang dominan. Tidak mudah juga mengakomodasi orang kota yang cepat
kayak arena adanya peluang – peluang baru yang terbuka menyusul ditaklukkannya
propinsi – propinsi baru. Disaat itu muncul empat kelompok masyarakat :
a.
Suku
qurais mekkah
b.
Kaum
anshar
c.
Suku
arab pengembara
d.
Penduduk
Negara – Negara yang ditaklukkan,[7]
D.
Masa Kholifah Ali Bin Abi Tholib
Ali terkenal sangat sederhana, ia
secara sukarela menarik dirinya dari daftar penerima dana baitul mal, bahkan
menurut yang lainnya ia memberikan 5.000 dirham setiap tahunnya. Selain itu ali
sangat ketat dalam menjalankan keuangan Negara , suatu hari saudaranya aqil
datang untuk meminta bantuan uang, namun ali menolak karena sama saja mencuri
uang milik masyarakat.
Ibnu abbas, gubernur ali di kufah,
memungut zakat atas sayuran yang tidak membusuk yang digunakan sebagai bumbu
seperti dinyatakan sebelumnya, ali tidak hadir pada pertemuan majlis syura di
djabiya ( Masuk wilayah Madinah ) yang diadakan oleh umar menyepakati peraturan
– peraturan yang sangat berkaitan dengan daerah taklukan, pertemuan itu juga
menyepakati untuk tidak mendistribusikan seluruh pendapatan baitul mal tetapi
menyimpan sebagai bagian cadangan. Semua kesepakatan itu berlawanan dengan
pendapat ali, oleh karena itu saat beliau menjabat sebagai khalifah dia
mendistribusikan seluruh pendapatan provinsi yang ada di baitul mal madinah,
busra dan kufah.
Kurang lebih alokasi pengeluaran masih tetap sama
sebagaimana halnya pada masa kepemimpinan umar, pengeluaran untuk angkatan laut
ditambah jumlahnya pada masa kepemimpinan usman dihilangkan seluruhnya, karena
daerah sepanjang garis pantai seperti syiria , palestina , mesir berada dibawah
kekuasaan umayah, tetapi dengan adanya penjaga malam dan patrol yang diciptakan
oleh umar, kholifah keempat ini tetap menyediakan polisi regular yang
terorganisir yang disebut shurta, dan pemimpinnya diberi gelar sahibushh
shurta.[8]
BAB
III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Abu bakar
mengambil langkah – langkah tegas untuk mengumpulkan zakat dari semua
umat islam termasuk badui yang kembali menunjukkan pembangkangan sepeninggalnya
rosul.
Dalam bidang ekonomi umar bin khatab menyadari
pentingnya sector pertanian untuk memajukan ekonomi negerinya. Karena itu , ia
mengambil langkah – langkah pengembangannya dan juga mengembalikan kondisi
orang – orang yang bekerja dibidang itu.
Khalifah Usman bin affan tidak mengambil upah dan
kantornya, sebaliknya beliau meringankan beban Negara, hal ini menimbulkan
kesalahpahaman antar kholifah dan abdul bin arqam, salah seorang sahabat nabi
yang terkemuka yang berwenang melaksanakan kegiatan baitul mal pusat. Konflik
ini tidak hanya membuatnya menolak untuk menerima upah dan pekerjaannya sebagai
pelayan atau muslim untuk kepentingan allah, tapi juga menolak hadir dalam
pertemuan public yang dihadiri khalifah. Pada perkembangan berikutnya bertambah
rumit karena menimbulkan kontroversi
mengenai pengeluaran uang baitul mal yang tidak hati – hati, sedangkan
itu hanya pendapat pribadi.
Ali terkenal sangat sederhana, ia secara sukarela
menarik dirinya dari daftar penerima dana baitul mal, bahkan menurut yang
lainnya ia memberikan 5.000 dirham setiap tahunnya. Selain itu ali sangat ketat
dalam menjalankan keuangan Negara , suatu hari saudaranya aqil datang untuk
meminta bantuan uang, namun ali menolak karena sama saja mencuri uang milik
masyarakat.
Daftar Pustaka
Sudarsono
Heri, Konsep Ekonomi Islam Suatu
Pengantar ,cet 1, Ekonisia , Yogyakarta , 2002
Tidak ada komentar:
Posting Komentar