Kamis, 28 November 2013

PEREKONOMIAN PADA MASA KHULAFAUR RASYIDIN

MAKALAH
PEREKONOMIAN PADA MASA KHULAFAUR RASYIDIN
Di susun guna memenuhi tugas
Mata kuliah : Sejarah Ekonomi Islam
Dosen pembimbing : H. Amirus shodiq Lc. MA


 






Di susun oleh :
Fita Aris Setianingrum                 ( 212178 )
Yuyun Ernawati                           ( 212187 )
Fir Daussiyah                               ( 212195 )
Nazilatur Rohmah                        ( 212203 )
Akhmad Muhaimin                      ( 212211 )
 

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
JURUSAN SYARI’AH / EKONOMI SYARI’AH
2013
BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
Islam sebagai suatu agama yang di dasarkan pada al-Qur’an dan Sunnah. Islam juga memberikan tuntunan pada seluruh aspek kehidupan. Islam mengartikan agama juga tidak saja berkaitan dengan spiritualitas maupun ritualitas, namun Islam merupakan serangkaian keyakinan, ketentuan, dan aturan serta tuntunan moral bagi setiap aspek kehidupan manusia. Dan lebih dari itu, Islam mengartikan agama sebagai sarana kehidupan yang melekat pada setiap aktivitas kehidupan, baik ketika manusia berhubungan dengan tuhan maupun berinteraksi dengan sesama manusia.Islam memandang keseluruhan aktivitas manusia di bumi ini sebagai sunnatullah, termasuk didalamnya aktivitas ekonomi, Ia menempatkan kegiatan ekonomi sebagai salahsatu aspek penting untuk mendapatkan kemuliaan, dan kerenanya kegiatan ekonomi, seperti kegiatan lainnya perlu dikontrol dan dituntun agar sejalan dengan tujuan syari’at.
Di dalam sejarah islam, keuangan publik berkembang bersamaan dengan pengembangan masyarakat muslim dan pembentukan negara islam oleh Rasulullah SAW, kemudian diteruskan oleh para sahabat(khulafaur rasyidin). Kendatipun, sebelumnya telah digariskan dalam Al- Qur’an, dalam hal santunan kepada orang miskin.
B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana Perekonomian Pada masa abu bakar ?
2.      Bagaimana Perekonomian Pada masa umar bin khottob ?
3.      Bagaimana Perekonomian Pada masa usman bin affan ?
4.      Bagaimana Perekonomian Pada masa ali bin abi tholib ?
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Masa Abu Bakar Siddiq
Nama Lengkapnya adalah Abdullah bin usman bin amir bin mar bin ka’ab bin sa’ad bin tamim bin murrah bin ka’ab bin luay al taymi al qurasyi, bergelar al siddiq ( yang membenarkan ) atau al atiq ( yang dibebaskan) .
Sebelum menjadi khalifah, abu bakar tinggal di sikh, yang terletak di pinggir kota madinah tempat baitul mal dibangun, setelah 6 bulan abu bakar pindah ke madinah dan bersamaan dengan itu sebuah rumah dibangun untuk baitul mal. Sistim pendistribusian yang lama tetap dilanjutkan , sehingga pada saat wafatnya hanya satu dirham yang tersisa dalam perbendaharaan keuangan.
Sejak menjadi khalifah, kebutuhan keluarga abu bakar diurus oleh kekayaan baitul mal ini. Menurut beberapa keterangan beliau diperbolehkan mengambil dua setengah atau dua tiga per empat dirham setiap hari hanya dari baitul mal dengan beberapa  waktu, ternyata tunjangan tersebut kurang mencukupi sehingga ditetapkan 2000 atau 2500 dirham dan menurut keterangan lain 6000 dirham per tahun.
Dalam kesempatan yang lain ia menginstruksikan pada amil yang sama bahwa kekayaan dari orang yang berbeda tidak dapat digabung, atau kekayaan yang telah digabung tidak dapat dipisahkan.
Abu bakar  mengambil langkah – langkah tegas untuk mengumpulkan zakat dari semua umat islam termasuk badui yang kembali menunjukkan pembangkangan sepeninggalnya rosul. [1]
Beliau sangat akurat dalam penghitungan dan pengumpulan zakat kemudian ditampung di baitul maal dan didistribusikan dalam jangka waktu yang tidak lama sampai habis tidak tersisa. Pembagiannya sama rata antara sahabat yang masuk Islam terlebih dahulu maupun yang  belakangan, pria maupun wanita. Beliau juga membagikan sebagian tanah taklukan, dan sebagian yang lain tetap menjadi milik negara. Dan juga mengambil alih tanah orang-orang yang murtad untuk kepentingan umat Islam. Ketika beliau wafat hanya ditemukan 1 dirham dalam perbendaharaan negara karena memang harta yang sudah dikumpulkan langsung dibagikan, sehingga tidak ada penumpukan harta di baitul maal.[2]
Abu Bakar menerapkan prinsip kesamarataan yakni, memberikan jumlah yang sama kepada  semua sahabat dan tidak membeda-bedakan antara sahabat, antara budak dan orang merdeka, bahkan antara pria dan wanita, Sehingga harta Bait al-Mal tidak pernah menumpuk dalam jangka waktu yang lama karena langsung di distribusikannya, Abu Bakar juga mempelopori adanya sistem penggajian bagi aparat negara. [3]
B.     Masa Umar Bin Khattab
Pemerintahan Umar bin Khattab berlangsung selama 10 tahun. Beliau banyak melakukan ekspansi. Administrasi diatur menjadi 8 propinsi, beliau juga membentuk jawatan kepolisian dan jawatan tenaga kerja.[4]
Dalam bidang ekonomi umar bin khatab menyadari pentingnya sector pertanian untuk memajukan ekonomi negerinya. Karena itu , ia mengambil langkah – langkah pengembangannya dan juga mengembalikan kondisi orang – orang yang bekerja dibidang itu.
Saluran irigasi terbentang di daerah – daerah taklukan, dan sebuah departemen besar didirikan untuk kelancaran dan distribusi air.
Pada masa ini umar banyak membangun pasar – pasar agar terciptanya persaingan yang bebas, dalam hal membanting harga dan penumpikan barang dan pengambilan keuntungan secara berlebih juga dipantau, zakat dijadikan sumber pendapatan Negara secara umum, pengenaan zakat atas harta berarti menjamin penanaman kembali dalam perdagangan dan perniagaan yang tidak perlu dilakukan dalam pajak pendapatan.
Semua surplus pendapatan harus diserahkan kepada Negara untuk dikelola sedemikian rupa sehingga tak seorang pun memerlikan bantuan , karena merasa malu dapat sumbangan.
Umar mendirikan diwan islam yang pertama, yang disebut al divan, sebenarnya aldivan adalah kantor  yang ditunjuk untuk membayar tunjangan – tunjangan angkatan  perang dan pensiun serta tunjangan – tunjangan lain, khalifah juga menunjukkan sebuah komite yang terdiri dari nassab ternama untuk membuat laporan sensus penduduk madinah sesuai dengan tingkat kepentingan dan kelasnya, laporan itu disusun dengan urutan sebagai berikut :
a.       Orang orang yang punya hubungan dengan nabi
b.      Mereka yang ikut perang badar dan uhud
c.       Imigran yang pergi ke Abyssinia dan madinah
d.      Mereka yang bertarung dalam qudisiyyah atau yang hadir dalam sumpah hudabiya
Pengeluaran tunjangan tiap tahun berbeda – beda jumlahnya sebagaimana dapat dilihat dalam tabel berikut ini :
NO
Penerima
Jumlah
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Aisyah dan abbas ( Paman Nabi )
Istri – istri nabi selain Aisyah
ali, hasan, Husain, dan pejuang – pejuang badar
bekas pejuang – pejuang uhud dan migrant ke abbyssina
Muhajir dan Muhajirat sebelum kemenangan mekkah
Putra – putra bekas pejuang badar mereka yang memeluk islam ketika mekkah ditaklukkan ; anak muhajirin dan anshor, mereka yang ikut dalam perang qadissiyah, uballa dan mereka yang hadir dalam sumpah hudaibiyyah  
12.000 dirham
10.000 dirham
4.000 dirham
4.000 dirham
3.000 dirham
2.000 dirham

Orang orang mekkah diberi tunjangan 800 dirham, warga madinah 25 dirham , muslim di yaman , syiria dan Iraq Iraq 200 sampai 3000 dirham, anak yang baru lahir dan yang tidak diakui masing – masing 100 dirham. Tambahan pensiun untuk kaum muslim adalah gandum, minyak,madu,dan cuka dalam jumlah tetap.[5]
Dalam memperlakukan tanah taklukan, Umar tidak membaginya kepada kaum muslimin tetapi tetap pada pemiliknya dengan syarat membayar jizyah dan kharaj. Umar juga mensubsidi masjid masjid dan madrasah-madrasah. Umar membagi pendapatan negara menjadi empat yaitu: zakat dan ushr didistribusikan di tingkat lokal, khums dan sedekah, didistribusikan untuk fakir miskin baik muslim maupun non muslim, kharaj, fai, jizyah, pajak perdagangan, dan sewa tanah untuk dana pensiun, daba operasional administrasi dan militer, dan pendapatan lain-lain untuk membayar para pekerja, dan dana sosial.[6]
C.     Masa Usman Bin Affan
Pada masa pemerintahannya yang berlangsung selama 12 tahun, Khalifah Usman Ibn Affan berhasil memperluas kekuasan Islam sampai ke wilayah Armenia, Tunisia,Cyprus, Rhodes, dan bagian yang tersisa dari Persia, Transoxania, serta Tabaristan. Selain itu juga Ia berhasil menumpas pemberontakan yang terjadi di daerah Khurasan dan Iskandariah.
Khalifah Usman bin affan tidak mengambil upah dan kantornya, sebaliknya beliau meringankan beban Negara, hal ini menimbulkan kesalahpahaman antar kholifah dan abdul bin arqam, salah seorang sahabat nabi yang terkemuka yang berwenang melaksanakan kegiatan baitul mal pusat. Konflik ini tidak hanya membuatnya menolak untuk menerima upah dan pekerjaannya sebagai pelayan atau muslim untuk kepentingan allah, tapi juga menolak hadir dalam pertemuan public yang dihadiri khalifah. Pada perkembangan berikutnya bertambah rumit karena menimbulkan kontroversi  mengenai pengeluaran uang baitul mal yang tidak hati – hati, sedangkan itu hanya pendapat pribadi.
Untuk meningkatkan pengeluaran pertahanan kelautan dan pembangunan diwilayah taklukkan khalifah harus membuat perubahan administrasi tingkat atas dan mengganti gubernur mesir, basra, asswad, dan lain – lain digantikan dengan orang – orang baru.
Dalam pemerintahan usman komposisi kelas social didalam masyarakat berubah demikian cepat sehingga semakin sulit menengahi berbagai kepentingan yang ada. Bukan hal yang mudah mengawasi orang badui yang pada dasarnya mencintai kebebasan pribadi dan tidak mengenal otoritas pemerintahan yang dominan. Tidak mudah juga mengakomodasi orang kota yang cepat kayak arena adanya peluang – peluang baru yang terbuka menyusul ditaklukkannya propinsi – propinsi baru. Disaat itu muncul empat kelompok masyarakat :
a.       Suku qurais mekkah
b.      Kaum anshar
c.       Suku arab pengembara
d.      Penduduk Negara – Negara yang ditaklukkan,[7]




D.    Masa Kholifah Ali Bin Abi Tholib

Ali terkenal sangat sederhana, ia secara sukarela menarik dirinya dari daftar penerima dana baitul mal, bahkan menurut yang lainnya ia memberikan 5.000 dirham setiap tahunnya. Selain itu ali sangat ketat dalam menjalankan keuangan Negara , suatu hari saudaranya aqil datang untuk meminta bantuan uang, namun ali menolak karena sama saja mencuri uang milik masyarakat.
Ibnu abbas, gubernur ali di kufah, memungut zakat atas sayuran yang tidak membusuk yang digunakan sebagai bumbu seperti dinyatakan sebelumnya, ali tidak hadir pada pertemuan majlis syura di djabiya ( Masuk wilayah Madinah ) yang diadakan oleh umar menyepakati peraturan – peraturan yang sangat berkaitan dengan daerah taklukan, pertemuan itu juga menyepakati untuk tidak mendistribusikan seluruh pendapatan baitul mal tetapi menyimpan sebagai bagian cadangan. Semua kesepakatan itu berlawanan dengan pendapat ali, oleh karena itu saat beliau menjabat sebagai khalifah dia mendistribusikan seluruh pendapatan provinsi yang ada di baitul mal madinah, busra dan kufah.
Kurang  lebih alokasi pengeluaran masih tetap sama sebagaimana halnya pada masa kepemimpinan umar, pengeluaran untuk angkatan laut ditambah jumlahnya pada masa kepemimpinan usman dihilangkan seluruhnya, karena daerah sepanjang garis pantai seperti syiria , palestina , mesir berada dibawah kekuasaan umayah, tetapi dengan adanya penjaga malam dan patrol yang diciptakan oleh umar, kholifah keempat ini tetap menyediakan polisi regular yang terorganisir yang disebut shurta, dan pemimpinnya diberi gelar sahibushh shurta.[8]  





BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
Abu bakar  mengambil langkah – langkah tegas untuk mengumpulkan zakat dari semua umat islam termasuk badui yang kembali menunjukkan pembangkangan sepeninggalnya rosul.
Dalam bidang ekonomi umar bin khatab menyadari pentingnya sector pertanian untuk memajukan ekonomi negerinya. Karena itu , ia mengambil langkah – langkah pengembangannya dan juga mengembalikan kondisi orang – orang yang bekerja dibidang itu.
Khalifah Usman bin affan tidak mengambil upah dan kantornya, sebaliknya beliau meringankan beban Negara, hal ini menimbulkan kesalahpahaman antar kholifah dan abdul bin arqam, salah seorang sahabat nabi yang terkemuka yang berwenang melaksanakan kegiatan baitul mal pusat. Konflik ini tidak hanya membuatnya menolak untuk menerima upah dan pekerjaannya sebagai pelayan atau muslim untuk kepentingan allah, tapi juga menolak hadir dalam pertemuan public yang dihadiri khalifah. Pada perkembangan berikutnya bertambah rumit karena menimbulkan kontroversi  mengenai pengeluaran uang baitul mal yang tidak hati – hati, sedangkan itu hanya pendapat pribadi.
Ali terkenal sangat sederhana, ia secara sukarela menarik dirinya dari daftar penerima dana baitul mal, bahkan menurut yang lainnya ia memberikan 5.000 dirham setiap tahunnya. Selain itu ali sangat ketat dalam menjalankan keuangan Negara , suatu hari saudaranya aqil datang untuk meminta bantuan uang, namun ali menolak karena sama saja mencuri uang milik masyarakat.


Daftar Pustaka

Sudarsono Heri, Konsep Ekonomi Islam Suatu Pengantar ,cet 1, Ekonisia , Yogyakarta , 2002


[1] Heri Sudarsono, Konsep Ekonomi Islam Suatu Pengantar , Ekonisia , Yogyakarta , 2002 , cet 1 , Hal 115
[4] Ibid
[5] Heri Sudarsono, Konsep Ekonomi Islam Suatu Pengantar , Ekonisia , Yogyakarta , 2002 , cet 1 , Hal 117 - 121
[7] Ibid hal 122 - 124
[8] Ibid Hal 125 - 126

Tidak ada komentar:

Posting Komentar